Kamis, 07 April 2016

Pernikahan


"Aku ingin menikah di umur dua puluh lima tahun," ucap perempuan berkacamata dan berwajah bulat itu.
"Kalau aku pas umur dua puluh enam aja deh. Aku mau jadi dokter dulu," balas perempuan berkulit putih dan berwajah bulat.
"Aku kalau udah siap aja deh," tiba-tiba ada suara perempuan menyahut lagi.
"Tapi Hana, kalau nunggu siap, kapan siapnya?" tanya perempuan berkacamata.
"Kalau sudah siap, Je," jawab Hana dengan senyuman.
"Hana ngga pasti nih. Itu kapan?" tanya perempuan berkulit putih.
"Kalau aku sudah mau, Za," jawab Hana lagi dengan senyuman.
"Hana ngga jelas nih," perempuan yang dipanggil 'Je' oleh Hana memberikan wajah cemberutnya.

****

Suasana di rumah itu sangat meriah, tenda berwarna cream keemasan terpasang di halamannya yang luas. Beberapa anak laki-laki sibuk mengatur kursi dan meja. Sedangkan anak perempuan menghiasi meja yang telah disusun oleh anak laki-laki. Tampak janur kuning yang telah dirangkai melambai ditiup sang bayu.

Seorang perempuan berkacamata dan berwajah bulat memasang muka serius namun aura kebahagiaan jelas terpancar di wajahnya. Namun kita tak akan pernah di mana rahasia langit disembunyikan bukan?

Wanita berkacamata yang bernama Jessi itu kembali masuk ke dalam rumahnya, memeriksa semua perlengkapan untuk hari yang telah ditunggunya, pernikahan. Dia menginginkan pernikahannya lancar dan sempurna. Tak boleh sedikitpun kecacatan itu ada.

Drrrt... Drrrt...

"Je, handphonemu bunyi tuh," panggil Hana dari dalam kamar Jessi.

Jessi berjalan ke kamarnya, memperhatikan Hana yang menghiasi tempat tidurnya. Handphonenya masih berbunyi dengan riang, diambilnya handphone nokia jadul itu, tampak nomor tak dikenal muncul.

"Halo," ucap suara di seberang.
"RIZAAA?!"
"Iyaaaaa, ini aku Riza. Apa kabarmu Je?"
"BAIK BANGET!? Oh, ya. Besok aku mau nikah. Kamu di mana? Mesti wajib dateng ya. Hana di sini jadi perias pengantin buat aku. Aku pengen nunggu kamu, tapi pihak keluarga udah maksa untuk nikah. Yang mau nikah siapa, tapi yang ngebet siapa."
"Eeeeh? Kamu mau nikah? Astaga, cepet bangeeet?"
"Cepet apanya, ini udah delapan tahun berlalu sejak kita ngobrol di teras kelas ya tentang pernikahan. Umurku sekarang dua puluh lima tahun. HAHAHAHAHA!?"
"Ah baiklah, aku akan membeli tiket penerbangan ke Indonesia sekarang ya."
"Lah, kamu di mana emangnya?"
"Aku di Amerika sekarang."
"Ya ampun, lima tahun menghilang ternyata kamu ke Amerika toh."
"Maaf ngga bilang kalian, aku juga ngga bisa menduganya."

****

Siapa yang akan menduga jika di musim panas hujan akan turun. Dan itulah yang terjadi di hari itu. Hari pernikahan Jessi. Hujan turun dengan derasnya, tetapi tamu yang berdatanganpun tak kalah banyaknya dengan curah hujan yang turun.

Hei, aku sudah bilang sebelumnya tentang 'Namun kita tak akan pernah di mana rahasia langit disembunyikan bukan?'. Yah, di hari itu ada sebuah rahasia langit yang terkuak, tentang persahabatan dan cinta, tentang kesetiaan dan kerinduan.

Riza benar-benar kembali ke Indonesia demi Jessi. Riza menerobos hujan deras di langit siang hari itu. Namun Riza tak pernah masuk ke pesta itu. Riza hanya terdiam membeku di bawah guyuran hujan yang deras. Riza mematung melihat laki-laki di samping Jessi, Andre. Dan sekelabat bayangan masa lalu merasuki pikiran Riza.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar