Kamis, 07 April 2016

Kenangan yang Bermain



Entah untuk kesekian kalinya selalu ada air mata yang menetes di pelupuk mata, mengalir membasahi pipi, dan terasa asin ketika ia menelusup memasuki bibir dan menyentuh lidah. Entah untuk kesekian kalinya selalu ada hati yang pedih menatap semua kenangan-kenangan yang masih tersimpan erat. Tak sanggup dibuang atau mungkin dengan kejamnya dibakar.

Aku hingga saat ini masih kerap memandangi langit-langit kamar, menatapnya secara lama, cukup lama untuk membawaku ke alam kenangan yang berbulan-bulan lalu telah aku tutup tanpa aku kunci. Dan akhirnya kini di setiap malam aku kerap mengetuknya, mengajaknya bercanda bahkan mencumbuinya dengan erat, tak mau dilepaskan. Aku kembali menggila dengan kenangan yang seharusnya menjadi abu saja dan dibuang ke lautan.

Namun jika kenangan itu menjadi abu dan dibuang ke lautan, aku pasti akan betah memandangi lautan teramat sangat lama, hanya karena berpikiran bahwa abu itu telah menyatu dengan air lautan yang asin. Toh pada akhirnya aku hanya akan kebingungan karena kenangan itu. Kenangan yang merengek di hadapanku, berharap agar selalu tersimpan.

Berbulan-bulan lalu dia merengek agar tak dikunci, cukup ditutup saja. Dan apa yang dia beri untukku? Dia membuatku membuka pintu itu lagi dan dengan tawanya dia menghambur ke dalam pelukanku seperti seorang anak yang memendam rindu untuk ibunya. Dia kembali bermain denganku dan kini aku kesulitan untuk menghentikannya. Lalu aku bisa apa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar