Kamis, 07 April 2016

Malam Keseribu


Kita. Sudah lama aku tak mendengar kata itu. Kau telah pergi. Begitupun juga aku. Pergi dari kisah yang pernah dirangkai dengan indah dan cermat. Namun sayangnya, celah itu menghancurkan kisah yang tersusun indah dan cermat itu. Lalu apalagi?
Pelan waktu meniti setiap serpihan-serpihan kisah yang tersisa. Tak jua aku berhenti menatap segaris cakrawala yang membentang. Ah, aku hanya ingin memberikan izin kepada tetes-tetes airmata yang menggumpal di kantung mataku.
Kau tak ingin kembali, merangkai kisah yang pernah kita susun bersama. Aku selalu saja di sini. Setelah lelah untuk mencoba pergi, lalu akhirnya menunggu di sebuah sudut sepi. Menunggu masa lalu yang semakin kabur, lalu menghilang. Oh ya, kau telah melupakanku yang senang bermain sajak dan tawa dalam hening. Bukankah perkara cinta itu soal mengikhlaskan dan melepaskan? Namun kenapa aku ingin memilikinya. Sungguh mendambakannya. Lalu hidupku pun berhenti di waktu itu juga. Hanya karena haus dambaan dan memiliki.

****

Aku terjaga. Pada malam keseribu menunggu. Apakah tangisku pecah? Seperti gelembung udara yang tersentuh? Lalu meluruh bersama keringat di wajah? Ah jawabannya tidak. Seperti batu, hati ini diam. Hanya terjaga dari gelapnya malam dan pekiknya burung hantu. Bahkan mungkin tangis ini tidak bisa diproduksi lagi karena sudah terlalu kering.
Keajaiban tuhan datang. Sebentar saja pekik burung hantu terdengar. Pada malam keseribu menunggu. Tangis itu pecah dari langit. Disertai sambaran cahaya dan gemuruh yang memekakkan telinga. Malam itu, ada yang menarik erat sehelai kain untuk mengusir dingin. Adapula yang menikmati suara merdu tetesan-tetesan yang berjatuhan di atas genting. Dan aku masih terjaga. Menatap kosong tirai jendela yang sedang digoda angin lembut untuk bergerak.

****

Tiba-tiba hati ini berdetak. Aku terkenang, betapa aku sungguh mencintai kau.
Hanya aneh saja. Jika aku seperti itu, kenapa aku tak bahagia berada di sampingmu dulu?

****

Cahaya matahari menerobos celah-celah jendela. Memfokuskan diri pada tubuh yang terdiam kaku. Yang pada malam keseribu itu mengikhlaskan dirinya untuk terbang dibawa sang malaikat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar